NEWS TIMES – Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kota Surabaya sikapi putusan bebas Hakim Erintuah Damanik terhadap Gregorius Ronald Tannur, kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, tidak lain kekasihnya sendiri, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Rabu, (24/7/2024).
Atas putusan itu banyak sorotan publik, termasuk masyakarat yang menilai bahwa hakim Damanik telah mengabaikan rasa keadilan. Melihat adanya keresahan di masyarakat atas putusan tersebut, kini DPC Peradi Surabaya membuat catatan-catatan kritis dan pandangan hukum yang dituangkan menjadi Amicus Curiae dalam waktu satu minggu dengan melibatkan 30 advokat mulai dari pengurus hingga anggota DPC Peradi Kota Surabaya.
Ketua DPC Peradi Kota Surabaya Periode 2022-2027, Hariyanto, SH.,M.Hum menilai bahwa rasa keadilan di PN Surabaya sudah dicederai. Sehingga dia akan membuat Amicus Curiae.
“Sebagai masyarakat dan juga organisasi profesi, DPC Peradi Kota Surabaya ingin berpartisipasi untuk menegakkan keadilan dan mengembalikan kembali lembaga pengadilan sebagai tempat untuk mencari keadilan bagi para pencari keadilan,” ujar Hariyanto.
Menurut Hariyanto bahwa putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim PN Surabaya memang sangat kontroversial, sehingga masyarakat menilai bahwa rasa keadilan telah diabaikan para hakim termasuk dalam majelis di perkara Gregorius Ronald Tannur ini. “Putusan yang diambil majelis hakim diperkara Gregorius Ronald Tannur ini sudah mencederai rasa keadilan di masyarakat,” tambah Hariyanto.
Pihaknya bersama rekan-rekan telah mendaftar dan menyerahkan Amicus Curiae ini ke Mahkamah Agung (MA). “Keadilan itu mulai dicederai, DPC Peradi Kota Surabaya akan bersikap dan akan melakukan perlawanan,” tegas Hariyanto.
Sementara, Wakil DPC Peradi Surabaya Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A
bahwa Amicus Curiae ini disusun karena menanggapi dan melihat adanya keresahan di masyarakat atas vonis bebas Ronald Tannur. “Ada ketidak adilan yang muncul. Akhirnya, banyak masyarakat yang kecewa dengan adanya vonis bebas itu,” tambah Johanes Dipa.
Johanes Dipa menilai bahwa dengan adanya banyak karangan bunga yaitu sebagai tanda matinya keadilan dalam penanganan perkara Ronald Tannur.
“Dari situ kita dapat menilai bahwa vonis bebas yang diberikan majelis hakim PN Surabaya itu sudah menimbulkan gejolak yang sangat luar biasa di masyarakat,” ungkapnya.
Johanes Dipa juga mengatakan bahwa majelis hakim hanya berorientasi kepada keterangan terdakwa. “Yang dilakukan majelis hakim pemeriksa perkara ini hanya berorientasi kepada keterangan terdakwa Gregorius Ronald Tannur saja,” katanya.
Vonis bebas dalam pertimbangan hukum, majelis hakim berkesimpulan bahwa meninggalnya Dini Sera Afrianti ada kaitannya dengan minuman beralkohol.
“Hakim lupa bahwa seorang terdakwa itu punya hak ingkar, sehingga kesaksiannya itu haruslah diuji dengan alat bukti lainnya.
Jika majelis hakim mengaitkan kematian Dini Sera Afrianti ada kaitannya dengan minuman beralkohol, apakah mungkin minuman beralkohol itu dapat menyebabkan robeknya hati dan patahnya tulang iga?. Inilah salah satu yang menjadi catatan kami. Dan perlu diingat, majelis hakim didalam perkara pidana haruslah lebih berperan didalam menemukan kebenaran materiil, tidak boleh bersikap pasif,” ungkapnya.
Sedangkan kematian korban sangat janggal dan ketidakwajaran, maka itu DPC Peradi Kota Surabaya harus bersikap, harus bertindak tegas dengan menyuarakan kebenaran demi tegaknya keadilan. “Dan sikap tegas kami itu diwujudkan dalam catatan-catatan kritis yang kami tuangkan di Amicus Curiae ini,” tegas Johanes Dipa.
Ketua Young Lawyers Komite DPC Peradi Kota Surabaya, Abdul Wachid Habibullah, SH., MH menilai bahwa perkara ini belum final, DPC Peradi Kota Surabaya tetap berkomitmen untuk mengawal perkara ini melalui Amicus Curiae.
“Harapan kami, Hakim Agung di MA yang memeriksa Kasasi dan memutus perkara ini dapat memeriksa kembali perkara ini secara utuh lalu menerapkan prinsip-prinsip hukum pidana dan prinsip hukum kausalitas. Majelis Hakim Agung yang memeriksa kasasi perkara ini, diharapkan dapat memeriksa kembali bukti-bukti serta keterangan saksi-saksi yang banyak mengatakan tidak tahu, begitu juga dengan bukti CCTV yang diabaikan majelis hakim ditingkat pertama,” pungkas Abdul Wachid Habibullah.
Untuk diketahui, bahwa Gregorius Ronald Tannur divonis bebas oleh Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik. Dan sebelumnya dituntut pidana penjara selama 12 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muzakki dari Kejari Surabaya. Berdasarkan perkara nomor : 454/Pid.B/2024/PN Sby, terdakwa Gregorius Ronald Tannur sebagai terdakwa didakwa dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 338 KUHP jo pasal 352 ayat (3) KUHP jo pasal 359 KUHP jo pasal 351 ayat (1) KUHP ini.
Reporter : Amri/ Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di WhatsApp Channel & Google News