NEWS TIMES – PT Industri Kereta Api (INKA) tetap menghormati proses hukum terkait langkah Kejati Jatim yang menetapkan Eks Budi Noviantara Direktur Utama (Dirut) periode 2018-2022 sebagai tersangka, kasus dugaan korupsi sebesar Rp 25,6 Miliar di tubuh PT INKA (Persero).
Hal itu disampaikan oleh GM Keuangan, Akuntansi dan TJSL PT INKA (Persero), Edwyn Dwi Cahyo selaku Plt. GM Sekretaris Perusahaan PT INKA (Persero), pada Rabu (2/10/2024).
“Kami tentu menghormati proses hukum itu. Kejaksaan Tinggi pasti punya dasar untuk menetapkan tersangka dan melakukan penahanan pada Pak BN. Kami menghormati,” kata Edwyn Dwi Cahyo.
Edwyn juga menegaskan pihaknya sangat menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Sekali lagi, intinya kami menghormati proses hukum ini,” tegasnya.
Pada hal lain, Edwyn tetap fokus kegiatan operasional perusahaan yaitu penyelesaian target produksi sarana perkeretaapian yang tetap berjalan dengan normal untuk produksi sarana kereta api sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
“Kami saat ini fokus terhadap penyelesaian target produksi sarana perkeretaapian yang sudah di dalam kesepakatan kontrak dengan customer,” ungkap Edwyn.
Sementara, berdasarkan catatan redaksi, Badan Usaha Milik Negara ini (BUMN) memiliki target memproduksi 612 kereta penumpang pesanan PT KAI (Persero), 16 trainset KRL baru (12 car per trainset) pesanan KAI Commuter, dan 450 Container Flat Top Wagon UGL Services Pty. Ltd. New Zealand
Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, industri kereta api terintegrasi pertama di Asia Tenggara itu juga telah menembus pasar luar negeri, seperti Bangladesh, Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Australia.
Untuk diketahui, Kasus ini berawal saat acara Indonesia Africa Infrastructure Development (IAID) yang berlangsung pada 20 hingga 22 Agustus 2019 di Bali. Dalam pertemuan tersebut, Budi Noviantara yang saat itu mebjabat sebagai Direktur Utama PT INKA, berdiskusi dengan pihak terkait mengenai potensi proyek perkeretaapian di Democratic Republic of Congo (DRC). Pada bulan Maret 2020, Budi Noviantara memberikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada salah satu saksi sebagai operasional untuk proyek tersebut.
Selanjutnya, PT INKA dan TSG Global Holding membentuk PT IMST (INKA Multi Solusi Trading) dan Special Purpose Vehicle (SPV) TSG Infrastructure di Singapura. Tindakan ini diduga melanggar peraturan pemerintah terkait pendirian anak perusahaan di lingkungan BUMN.
Saat itu, Budi Noviantara diduga telah melakukan transfer uang untuk berbagai keperluan proyek, termasuk transfer sebesar 265.300 US dolar untuk kegiatan groundbreaking proyek solar di DRC. Dia juga menyetujui pemberian dana talangan kepada TSG Infrastruktur, yang melibatkan total transfer sebesar Rp 15 miliar dan Rp 3,5 miliar untuk TSG Global Holding.
Penyidikan mengindikasikan bahwa tindakan Budi Noviantara telah merugikan keuangan negara dengan total sekitar Rp 21,1 miliar, 265.300 US Dolar atau sekitar Rp 3,9 miliar dan 40.000 Singapur Dolar atau sekitar Rp 480 juta dengan total Rp 25,6 Miliar.(Am)