Kajati Mia Amiati Gelar Expose Restoratif Justice 12 Perkara se-Jawa Timur

140
hukumkriminal-kajati-mia-amiati-gelar-expose-restoratif-justice-12-perkara-sejawa-timur
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr. Mia Amiati. (Foto: Amri/Newstimes.id)

NEWS TIMES – Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Jawa Timur, Dr. Mia Amiati, SH, MH, CMA melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, pada Rabu, (29/5/2024).

Berlangsung dalam kegiatan itu didampingi oleh Wakajati, Aspidum, Kasi Orharda dan Kasi Penkum Kejati Jatim bersama-sama dengan Kajari Surabaya, Kajari Kota Malang, Kajari Tanjung Perak, Kajari Gresik, Kajari Kabupaten Mojokerto dan Kajari Kanupaten Probolingg, telah melaksanakan expose di hadapan Bapak Plt. Jam Pidum melalui sarana virtual dengan mengajukan 12 yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.

Perihal tersebut diantaranya yaitu, 5 Perkara Pencurian (yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya (1 perkara), Kejari Kab Mojokerto (1 perkara) dan Kejari Tanjung Perak (3 Perkara), 1 Perkara Penipuan dan Penggelapan (yang memenuhi ketentuan Pasal 378 / 372 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Surabaya dan Kejari Tanjung Perak, 2 Perkara Tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (yang memenuhi ketentuan Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 44 ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 yang diajukan oleh Kejari Gresik dan Kejari Tanjung Perak, 2 Perkara Kekerasan Terhadap Anak (yang memenuhi ketentuan Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 C Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Jo Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak) yang diajukan oleh Kejari Kab Probolinggo dan Kejari Tanjung Perak.

Selanjutnya 1 Perkara Penganiayaan (yang memenuhi ketentuan Pasal 351 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Kota Malang, dan 1 Perkara Penadahan (yang memenuhi ketentuan Pasal 480 KUHP) yang diajukan oleh Kejari Gresik.

“Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat,” ujar Dr. Mia Amiati.

Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. “Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” terangnya.

Maka itu harus di garis bawahi, permohonan pengajuan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut. “Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya tidak lebih dari 5 tahun penjara. Telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka. Hak korban telah dipulihkan kembali, agar masyarakat merespons positif upaya perdamaian,” pungkasnya.

Reporter : Amri/ Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di WhatsApp Channel & Google News