NEWS TIMES – Satreskrim Polrestabes Surabaya menyerahkan 10 Warga Negara Asing (WNA) asal China dan Vietnam kepada petugas Imigrasi Surabaya. Total 10 WNA itu yang pada sebelumnya digerebek disebuah Perumahan Taman Gapura Citraland Surabaya, pada Kamis 19 September 2024 sekitar pukul 10:30 Wib.
Diantaranya ada 9 warga Negara China masing masing berinisial ZK (27), HSY (46), ZXG (27), HY (46), ZHX (27), HSHY (46), LZW (27), FS (27), CYL (34). Sementara 1 perempuan berinisial HTQ (32) warga asal Negara Vietnam.
Mereka diamankan diduga terlibat praktik sindikat penipuan online (scamming) jaringan Internsional. Modusnya, memperjual belikan barang-barang secara online, namun tidak dikirim kepada pemesannya.
Sasarannya adalah warga negara China tempat para tersangka berasal. Hasil pemeriksaan, sampai saat ini belum ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban.
“Selain melakukan penipuan online (scamming) dia juga terlibat aksi pemerasan terhadap para pejabat Negara Tirai Bambu,” kata Wakapolrestabes Surabaya AKBP Wimboko, saat koferensi pers, pada Selasa (24/09/2024).
Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Aris Purwanto menjelaskan, para pelaku mulai beroperasi sejak bulan Maret 2023 hingga September 2024. Mereka masuk ke Indonesia menggunakan Visa Wisata.
“Mereka menggunakan nomor Indonesia, namun hanya untuk aktifasi data internet dan buat akun Whatsapp, sedangkan untuk akun Wechat menggunakan ID,” tambah Wimboko.
Saat menjalankan aksinya, pelaku menghubungi nomor telepon para korban yang telah disediakan oleh Bos, kemudian
mengirimkan pesan chat melalui aplikasi TikTok, Wechat, dan Dou Yin dengan isi pesan “Mau Beli Barang Murah Tidak” dengan disertai foto produk yang akan dijual.
Adapun barang-barang yang ditawarkan adalah barang yang sesuai dengan arahan Bos, seperti HP, Tas, minuman kemasan, makanan, dan dijual dibawah harga pasaran sekitar 5 Yuan sampai 1000 Yuan per unit.
Jika dikonversikan ke rupiah mulai harga Rp. 10.000, sampai Rp. 2.000.000, per – unit .
Apabila korban minat membeli, maka para pelaku memberikan nomor korban kepada Bos melalui aplikasi Wechat. Selanjutnya berkomunikasi dengan korban dan mengarahkan untuk mengirimkan sejumlah uang untuk pembayaran barang yang akan dipesan.
“Setelah dilakukan pembayaran oleh korban kepada Bos, barang yang dipesan korban tidak dikirim,” terang AKBP Aris.
AKBP Aris menambahkan, para pelaku menerima gaji bervariasi mulai
dari Rp 5.000.000, hingga Rp 15.000.000, tergantung hasil penjualan barang yang didapatkan. “Untuk Love Scamming, pelaku perempuan bergabung masuk grup aplikasi Wechat, kemudian pelaku mulai add friend,” ujarnya.
Sementara para calon korban (mayoritas) yang ada di grup. Setelah mendapatkan cukup banyak ID Wechat milik para calon korban, pelaku mulai chating dengan para korbannya dan mengajak kenalan,” jelas AKBP Aris.
Pelaku berpura-pura curhat, dan berkomunikasi layaknya orang pacaran. Dia juga mengirimkan foto selfie, mengirim foto-foto perempuan bugil (sudah disiapkan di galeri HP), dan melakukan “video call sex” dengan korban.
Kemudian pelaku mulai mengancam menyebarkan screenshot saat korban melakukan“video call sex”. Karena korban takut disebarkan, sehingga ketakutan tersebut dimanfaatkan oleh pelaku untuk memeras korban.
Mereka juga melakukan modus pemerasan pejabat. Pelaku laki-laki menghubungi para korban dari data nomor handphone para pejabat yang sudah disediakan oleh Bos dan mengaku-mengaku dari organisasi anti korupsi (KPK-nya China).
Pelaku menuduh para pejabat tersebut korupsi, sehingga para korban takut. Kemudian pelaku menawarkan kepada korban. Karena korban ketakutan dan tidak berdaya, disaat itu pelaku memeras korban. “Korban ketakutan dan dimanfaatkan oleh para pelaku,” pungkas AKBP Aris.(Am)