NEWS TIMES, Jakarta – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang menaungi ribuan anggota di seluruh Indonesia, meminta Presiden untuk memperbarui Undang – Undang ITE dengan menerbitkan Perpu UU Kedaulatan digital.
Permintaan itu sebagai bentuk perjuangan SMSI untuk menghapus pasal verifikasi dalam Perpres.
Disampaikan Ketua Umum SMSI, Firdaus dalam sambutannya di acara Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) SMSI dan Hari Pers Nasional (HPN) ke-78 2024 dengan tema “SMSI Portal NKRI, Mengembangkan Media Untuk Bangsa”, yang dihadiri seluruh pengurus pusat dan perwakilan 38 Provinsi, di Ancol, Jakarta Utara, Senin (18/2/2024) malam.
“Kami memandang Perpres Publisher Right berbanding terbalik dengan penerbitan perpu UU kedaulatan digital yang menjadi penting karena mencerminkan kerangka hukum yang lebih baik untuk mengatur lingkungan digital yang terus berkembang pesat,” kata Ketum SMSI, Firdaus, di Jakarta.
Lebih lanjut, Firdaus menuturkan, UU kedaulatan digital dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mengatasi tantangan yang timbul dalam dunia digital, seperti keamanan data, privasi, kejahatan cyber, dan pengaturan konten online.
“Dengan menerbitkan perpu UU kedaulatan digital, pemerintah dapat memberikan kerangka hukum yang jelas dan kuat untuk mengatur berbagai aspek kehidupan digital. Ini akan membantu menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, terpercaya, dan dapat diandalkan bagi masyarakat dan bisnis, “tuturnya.
Selain itu, UU kedaulatan digital juga dapat menjadi landasan bagi inovasi dan pertumbuhan ekonomi di era digital ini, dengan memberikan kepastian hukum bagi pelaku bisnis dan investor dalam mengembangkan teknologi dan layanan digital.
Kata Firdaus, UU kedaulatan digital relevan dengan persoalan yang dihadapi media start up terkait dengan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, hak cipta, dan keberlanjutan bisnis mereka dalam lingkungan digital yang semakin kompleks.
“Sekarang ini terdapat perubahan perilaku. Masyarakat menjadi yang memproduksi informasi, bahkan kemudian mengubah media menjadi konsumen. Hal ini mengindikasikan bahwa media yang tidak beradaptasi akan tertinggal, “terangnya.
“Dengan bergesernya peran media, kemudian diperparah dengan lahirnya konsep Perpres tentang Publisher Right yang menjadi ancaman terhadap kemerdekaan pers dan bisnis ribuan media start up, “jelas Firdaus.
Jika Perpres Publisher Right diberlakukan tanpa kerangka hukum yang kuat seperti UU kedaulatan digital, media start up rentan terhadap dampak negatif, termasuk:
Pembatasan hak cipta: Perpres Publisher Right memberikan keleluasan yang lebih besar kepada penerbit arus utama atas konten yang dihasilkan, mengurangi akses dan kemampuan media start up untuk menggunakan dan mendistribusikan konten secara bebas.
Perpres tersebut tampaknya lebih melindungi media arus utama dan para pemegang kepentingan besar, sehingga mengancam eksistensi media start up dan mengurangi esensi media sebagai pilar keempat.
“Negara ini sedang tidak baik-baik saja. Negara ini sakit karena persnya sakit. Penting adanya penataan ulang,” imbuhnya.
Pembatasan yang diakibatkan oleh Perpres Publisher Right dapat menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis media start up, mengurangi pluralitas media dan keragaman opini dalam masyarakat. UU kedaulatan digital dapat menciptakan kerangka hukum yang mendukung inovasi dan pertumbuhan media start up, sehingga memastikan keberlanjutan ekosistem media yang sehat dan beragam.
Dengan demikian, UU kedaulatan digital menjadi penting dalam melindungi kepentingan media start up dan memastikan keberlangsungan mereka dalam menghadapi tantangan dari regulasi seperti Perpres Publisher Right.
Dengan demikian, penerbitan perpu sebagai pengganti UU No. 40 tentang Pers dapat menjadi langkah penting dalam menata ulang kehidupan pers di Indonesia agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.
“Oleh karena itu, SMSI mengajukan permintaan kepada Presiden: Pertama, membuat perpres baru atau memperbarui UU ITE dengan menerbitkan perpu UU kedaulatan digital. Kedua, mengatur kembali kehidupan masyarakat pers dengan menerbitkan perpu sebagai pengganti UU No. 40 tentang Pers,”tutupnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News