Ketua MTI Jatim Kritisi Pembelian Solar Melalui Aplikasi Bagi Nelayan

0
67

KBRN, Sidoarjo : Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur Ir. H Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyoal aturan baru bagi nelayan dalam memperoleh bahan bakar minyak (BBM) jenis solar melalui aplikasi untuk membeli solar bersubsidi.

Hal itu dia tegaskan saat mengunjungi Desa Bluru Kidul, Sidoarjo, Kamis (23/11) desa itu dikenal sebagai salah satu desa penghasil kerang dengan sejumlah warganya yang bermata pencaharian sebagai nelayan.

Bambang Haryo meminta agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah disesuaikan dengan kriteria penerima manfaat. Banyak para nelayan mengeluhkan pembelian solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang harus menggunakan aplikasi/ barcode.

“Apalagi, sebagian para nelayan masih alami buta huruf, hingga tak memiliki gawai untuk mengakses aplikasi dengan pembelian solar subsidi menggunakan barcode seperti ini dapat memiliki dampak pada nelayan dan mata pencaharian mereka,” tegas Bambang Haryo.

Dia menekankan pentingnya pemerintah memahami kriteria penerima manfaat sebelum menerapkan kebijakan. Meski di era saat ini ia menyebut masih banyak juga masyarakat yang belum terbiasa dengan penggunaan teknologi seperti bagi para nelayan yang tinggal di daerah pesisir.

Menurutnya kebijakan yang kurang efektif diterapkan dapat menghambat penyerapan subsidi solar bagi para nelayan.

“Dan problem berikutnya terkait kuota solar subsidi yang seharusnya 60 liter perhari dikurangi menjadi 20 liter perhari, ini harus benar-benar perlu perbaikan,” terang anggota DPR RI periode 2014-2019 itu.

Salah satu nelayan pencari kerang asal Blurukidul Sidoarjo, Sugiono membenarkan hal tersebut. Selain harus melalui aplikasi, jatah solar yang didapatkan oleh para nelayan juga dibatasi dan dirasa tidak cukup.

“Sekarang membelinya harus pakai barcode para nelayan kebingungan karena banyak yang gak punya handphone,” ungkap Sugiono.

Ia mengakui, dampak dari pembatasan itu membuat para nelayan tidak berani melaut setiap hari karena tidak punya jatah solar yang cukup untuk menangkap ikan maupun mencari kerang sampai tujuan yang dituju.

“Dari jatah pembatasan itu, seminggu, paling hanya dua kali saya mengisi mesin motor perahu untuk pergi ke laut,” imbuhnya.

Kini para nelayan yang ada, hanya melaut ke areal yang cukup dekat dan harus memperkirakan solar apakah mencukupi atau tidak.

“Kalau melaut, tidak berani jauh-jauh. Kalau terlalu jauh takut solar tidak cukup,” kata Sugiono mengakhiri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here