NEWS TIMES, Surabaya – Pertemuan Mediasi antara Direktur Utama PT Mambol Jaya, Ruben Kami dengan Direktur Utama PT Jaya Baru, Farida digelar di Balai Restorative Justice (RJ) Polrestabes Surabaya, pada Jumat (19/1/2024) malam, gagal belum ada titik temu.
Tidak adanya titik temu, lantaran diduga dari pihak Farida masih berbelit terkait sisa pembayaran yang diperkirakan sekitar Rp 7 miliar dalam proyek pembangunan sutet di Sorong, Papua Barat Daya merupakan perkara perdata.
Ruben yang merasa dirugikan oleh pihak Farida mengatakan dalam pekerjaan proyek tidak ada kejelasan yang pasti. Bahkan, selama pekerjaan itu dirinya tidak pernah mendapatkan kontrak.
“Hasil dari mediasi tadi tidak ada titik temu, dan saya balik ke Papua ambil semua material berdasarkan pembelian. Kalau Bu Farida merasa dirugikan silahkan laporkan saya ke Polda Papua Barat,” kata Ruben di halaman Mapolrestabes Surabaya.
Hasil dari mediasi, dirinya meminta kepada Farida untuk menghadirkan tim lama yang awal pertama kali melakukan kerjasama.
Pada sebelumnya, Andre Kei Letsion, Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Angkatan Muda Kei (Amkei) Kepulauan Riau (Kepri) yang mendapat kuasa untuk menagih hal ke Farida mengatakan, perkara ini berawal pada tahun 2020 lalu PT. Jaya Baru milik Farida melakukan kerjasama dengan PT. Mabol Jaya milik Ruben. Keduanya terikat dalam proyek pembangunan sutet di Sorong, Papua Barat Daya.
Menurut Andre, selama PT Mambol Jaya mengerjakan proyek yang diberikan oleh PT Jaya Baru itu, Ruben menggunakan uang pribadinya.
“Jadi nilai pekerjaan saudara saya itu kurang lebih mencapai Rp 66 miliar,” ungkap Ruben saat ditemui di Mapolrestabes Surabaya, Kamis siang, 18 Januari 2023.
Hingga pekerjaan usai, Farida melakukan pembayaran sedikit demi sedikit. Alih-alih melunasi utangnya, pemilik PT. Jabbaru Elektrodaya Telematika itu menghilang. Komunikasi antara Farida dan Ruben terputus.
“Kemudian saudara saya itu bercerita kronologi dan persoalan yang terjadi kepada saya. Kemudian saya diberikan kuasa untuk meminta hak,” cerita Andre.
Pada hari rabu kemarin, Andre bersama rekan-rekannya mendatangi rumah yang difungsikan sebagai kantor PT Jaya Baru di Gayung Kebonsari itu. Mereka mencari Farida dan ingin berkoordinasi terkait sisa pembayaran yang diperkirakan sekitar Rp 7 miliar.
Ketika itu di sana ada beberapa orang yang menjaga rumah bercat kuning tersebut. Andre menanyai pimpinan kelompok tersebut dan menyampaikan maksud kedatangannya untuk menemui Farida. “Kami ingin bertemu dengan beliau (Farida) untuk mengklarifikasi terkait dengan hak-hak yang belum dibayar,” paparnya.
Andre menyampaikan, merekalah yang diserang lebih dahulu oleh orang suruhan Farida itu. Orang-orang tersebut menggunakan batu, kayu, kapak, besi dan berbagai benda keras lainnya untuk menyerang kelompok Andre.
Pada awal serangan, Andre dan anggotanya masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terpancing. Namun, karena diserang terus menerus, rekan-rekan Andre melakukan perlawanan. Mereka melemparkan kembali barang-barang dilemparkan dari dalam pagar rumah.
“Jadi kami bukan preman. Kami bukan penjahat. Kami tidak melakukan penyerangan. Tapi kami mereka yang menyerang kami. Kami meminta pihak PT. Jaya Baru itu bisa profesional. Sehingga kita bisa mencari solusi yang terbaik untuk persoalan ini,” kata Andre.
Untuk diketahui, pada Selasa pagi, 17 Januari 2023, sekitar pukul 09.30 WIB, sebuah rumah di Jalan Gayung Kebonsari dirusak. Rumah bercat kuning itu milik Farida, seorang kontraktor.(Am/newstimes.id)