
NEWS TIMES — Perdebatan tajam antara Anggota DPR RI Adian Napitupulu dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyeruak ke publik, setelah keduanya saling melontarkan pandangan yang berseberangan terkait kebijakan pemerintah terhadap praktik thrifting atau jual beli pakaian bekas impor.
Perselisihan ini, mencerminkan benturan kepentingan antara upaya melindungi industri tekstil nasional dan realitas ekonomi rakyat yang bergantung pada bisnis pakaian bekas.
Ketegangan bermula ketika Menteri Keuangan Purbaya menyatakan, komitmennya untuk menindak tegas impor pakaian bekas yang masuk secara ilegal.
“Praktik thrifting yang tidak melalui jalur resmi, telah merusak pasar tekstil nasional yang sedang berjuang di tengah tekanan biaya produksi dan persaingan global, “ujar Purbaya
Lebih lanjut, Ia menegaskan, barang impor ilegal akan dimusnahkan. Sementara importir yang kedapatan melakukan pelanggaran dapat masuk daftar hitam dan dilarang melakukan kegiatan impor seumur hidup.
“Penindakan ini merupakan bagian dari langkah pemerintah menyelamatkan industri tekstil yang menyerap jutaan tenaga kerja dan menjadi sektor penting dalam rantai pasok manufaktur Indonesia,” tegasnya.
Pemerintah juga menyoroti risiko kesehatan, dari barang bekas impor yang tidak melalui prosedur pemeriksaan.
“Pemerintah menganggap penertiban ini bukan hanya soal aturan kepabeanan, tetapi juga perlindungan konsumen dan keberlanjutan industri dalam negeri, “ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Politisi PDIP Adian Napitupulu mengkritik pernyataan Purbaya. Menurutnya pemerintah jangan hanya menyoroti sisi pelanggaran impor, tanpa melihat kenyataan bahwa ribuan pedagang kecil menggantungkan penghidupan pada bisnis thrifting.
“Kebijakan yang diterapkan secara kaku dikhawatirkan justru memukul ekonomi rakyat. Masih banyak pelaku thrifting merupakan UMKM yang selama ini beroperasi secara terbuka, membayar sewa toko, mempekerjakan karyawan, dan memiliki basis konsumen tetap,”kata Adian.
Adian menegaskan perlunya diferensiasi yang jelas, antara impor ilegal dan perdagangan pakaian bekas yang sudah menjadi bagian dari ekosistem ekonomi rakyat.
“Pemerintah seharusnya memberi solusi, bukan sekadar menutup ruang usaha,”tuturnya.
Adian memaparkan data bahwa, produksi pakaian baru memiliki dampak ekologis besar, terutama pada konsumsi air.
“Produksi satu kaos katun membutuhkan sekitar 2.700 liter air, sementara satu celana jeans dapat menghabiskan lebih dari 3.700 liter,”urai Adian.
Data lingkungan ini, menurut Adian, menjadi salah satu alasan mengapa tren thrifting semakin digemari oleh milenial dan Gen Z.
“Selain murah, thrifting dianggap sebagai bagian dari gaya hidup berkelanjutan yang mampu mengurangi limbah tekstil dan konsumsi sumber daya alam. Untuk itu pemerintah perlu memahami motivasi generasi muda yang semakin sadar lingkungan, bukan sekadar memandang thrifting sebagai ancaman bagi industri tekstil,” jelasnya.
Baginya, solusi paling ideal adalah sistem regulasi yang memastikan barang yang masuk legal dan terawasi.
“Namun tidak mematikan inovasi ekonomi dan gaya hidup berkelanjutan, “pungkasnya.
Reporter : Wahyu / Newstimes.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di WhatsApp Channel & Google News


